Mengapa di Negeriku Terjadi Bencana
Oleh : Mat Toyu*
Nyaris seperti lirik lagu Ebit G. Ade “Mengapa di tanahku terjadi bencana” (kalian bacanya biasanya saja, tidak perlu bernada) dan judul serupa juga pernah digunakan oleh TVOne dalam ILC karena melihat banyaknya bencana dalam beberapa tahun terakhir. Dalam tulisan ini, tidak akan merangkum apa yang pernah didiskusikan di tv itu. Hal ini karena melihat/mendengar informasi tentang bencana yang datang silih berganti, mulai gempa di Cianjur Jawa Barat, letusan gunung Semeru, Banjir bandang hingga tanah longsor yang terjadi hampir di seluruh negeri ini. Beberapa hari yang lalu saya juga menulis tapi menggunakan bahasa madura (bisa dilihat di lalampan.com).
Tak dapat dipungkiri bahwa ikut prihatin atas banyaknya korban yang disebabkan oleh bencana tersebut, kita sudah tidak berdaya dan tak punya kekuatan ketika bencana telah tiba. Hal yang perlu kita sadari bersama, sebagaimana Ebit G. Ade katakan dalam lirik lagunya “Mungkin alam sudah mulai enggan bersahabat dengan kita.” Atau “Mungkin alam sudah mulai bosan” hal ini tidak terlepas dari pola tingkah manusia yang sudah mulai tidak menyadari alam yang ditempatinya. Tak bisakah manusia bekerja sama dengan alam. Apakah manusia hanya bisa hablun minallah dan hablun minannas? Bagaimana dengan hablun minal alam yaitu membangun relasi antara manusia dengan alam.
Hal sederhana yang mungkin kita nyaris tidak menyadari adalah membuang sampah pada sungai. Ini telah menunjukan bahwa kita telah berperilaku tidak hormat, tidak baik terhadap alam di sekitar kita. Tentu saja sungai akan tercemar, bahkan pantai-pantai sudah dipenuhi dengan berbagai macam sampah. Hari ini masyarakat Madura belum merasakan dampaknya (secara serius), efek-efek yang cukup berbahaya dan mematikan, belum terasa, tapi dalam beberapa tahun ke depan, ini akan berefek buruk terhadap kelangsungan masyarakat itu sendiri.
Yang perlu dipahami bersama tentang alam negeri Indonesia adalah ia berada dalam jalur cincin api atau yang biasa disebut sebagai Ring Of Fire, ini merupakan lingkaran berbentuk tapal kuda yang melintasi samudra pasifik dan melintasi Indonesia. Indonesia sendiri memiliki banyak gunung aktif dari Sabang sampai Merauke, tak dapat dielakkan jika bangsa ini akan berjumpa dengan letusan gunung berapi, terbaru adalah Semeru, tahun sebelumnya juga demikian. Tahun 2016 adalah letusan gunung Kelud Kediri, tahun 2010 adalah letusan gunung Merapi Yogyakarta. Efek dari cincin api tersebut, selain menghadirkan gunung berapi aktif, juga sering terjadi gempa, hal ini dipengaruhi oleh lempeng bumi yang bergerak, serta eksplorasi alam yang tidak sesuai dengan etika ke-alam-an, sehingga berdampak longsor, banjir dan tsunami.
Dari hal seperti inilah kemudian kita bisa mempelajari alam, kita bisa melihat bagaimana Jepang, ketika akan terjadi badai, BMKG Jepang telah memberitahukan pada wali kota atau gubernur setempat bahwa akan ada badai, warga yang akan dilintasi badai tersebut akan dipindah ke daerah lain yang tidak dilintasi badai. Sehingga bisa meminimalisir korban. Setidaknya dengan upaya seperti itu, bisa mengurangi korban jiwa. Serta beberapa negara yang cukup cerdik dalam mengantisipasi bencana. Serta banyak hal yang masih perlu kita pelajari sebagai generasi bangsa.
*Pengelola lalampan.com. Sekaligus Pengurus PAC Baanar Pragaan, tinggal di Karduluk.
Kalangkong admin
BalasHapus